TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali bertemu dengan Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva. Menteri Koordiantor Perekonomian Airlangga Hartarto yang ikut dalam pertemuan ini menyebut pemerintah berharap IMF, juga negara berkembang lainnya, mendukung Presidensi G20 dan tetap memberikan narasi positif tentang Indonesia.
"Karena kami sangat mengkhawatirkan kondisi inflasi yang naik di berbagai negara, membuat tingkat suku bunga akan masuk rezim baru, yaitu kenaikan tingkat suku bunga global," kata Airlangga mengutip poin-poin pernyataan Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Ahad, 17 Juli 2022.
Bila kondisi ini terjadi, Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut bakal mempengaruhi investasi yang tengah dibutuhkan oleh Indonesia. Kendati demikian, kenaikan suku bunga sudah mulai terjadi di berbagai negara.
Bank-bank sentral di seluruh dunia berjuang keras untuk menyesuaikan diri bersama inflasi yang sangat tinggi dengan risiko semakin tidak terkendali, serta memaksa tindakan kebijakan yang lebih kuat dengan menaikkan suku bunga secara agresif yang meningkatkan risiko resesi global.
Investor di Amerika Serikat sudah memperdebatkan apakah The Fed sekarang perlu memberikan kenaikan suku bunga 100 basis poin atau terbesar sejak 1980-an.
Bank sentral Kanada sudah menaikkan suku bunga kebijakan menjadi 2,5 persen dari 1,5 persen, kenaikan suku bunga terbesar dalam 24 tahun, dan mengatakan kenaikan lebih lanjut akan diperlukan.
Sementara, Bank Sentral Eropa (ECB) masih sejalan dengan bank sentral Jepang, yang belum menanggapi inflasi dengan kenaikan suku bunga. Tapi untuk ECB, suku bunga diperkirakan naik 25 basis poin minggu depan.
Meski ada kekhawatiran, Jokowi tetap menyampaikan kondisi domestik Indonesia relatif baik. Saat beberapa negara masuk ke fase resesi, potensinya terjadi di Indonesia diklaim masih relatif sangat kecil.
Berikutnya, kata Airlangga, Jokowi juga menyampaikan beberapa catatan lain soal ekonomi Indonesia. Di antaranya inflasi masi sekitar 4,2 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,01 persen. Lalu Debt to GDP ratio 42 persen, saat beberapa negara lain mencapai angka 100 persen.
Kemudian defisit masih sekitar 4 persen dan current account deficit atau CAD masih 0,5 persen. Lalu terakhir, Jokowi melaporkan ke IMF bahwa neraca perdagangan Indonesia selama 26 bulan terakhir masih terus positif dan cadangan kas luar negeri mencapai US$ 135 miliar.